Rabu, 06 Agustus 2014

Dari "OA atau OP" sampai meriam.

Ketika mengatakan bahwa sakit lutut isteri saya sudah grade-4, ada yang bertanya "OA atau OP?" Untung saja sudah tahu istilah medisnya sehingga saya bisa menjawab dengan sempurna. Ini adalah soal penyakit, tentu tak cocok ditulis dalam blog wisata. Yang pasnya dikupas dalam blog tentang kesehatan atau obat-obatan. Tetapi ini dijadikan pengantar karena absennya menulis isi blog ini disebabkan adanya masalah OA-OP itu. Sudah bebarapa kali berobat dan konsultasi di rumah sakit di Jakarta, tetapi keputusan akhir memilih rumah sakit di Bekasi karena pertimbangan biaya dan fasilitas pendukung. Sebagai seorang muslim tentu mengucapkan alhamdulillah karena ketika masuk puasa atau awal Juli 2014 lalu kami telah kembali ke rumah setelah beberapa bulan di Jakarta dan Bekasi, tetapi dengan catatan bahwa yang dioperasi baru sebelah. InsyaAllah dalam waktu dekat ini setelah dua bulan atau lebih akan dioperasi yang sebelahnya lagi.
Oleh karena itu pula dalam suasana lebaran akhir Juli 2014 lalu saya berniat mau membuat tulisan dan foto tentang mercu suar Tanjung Kelian di Mentok, Bangka Barat. Tiang lampu selaku pembimbing pelayaran yang telah berdiri lebih dari satu abad itu, di areal bawahnya menjadi tempat rekreasi atau wisata pantai bagi masyarakat di sekitarnya dan mengundang pendatang dari tempat yang lebih jauh.
Sayang rencana membuat foto itu tidak bisa terlaksana karena terhalang cuaca, yang disebut hujan lokal. Lalu matahari sudah terlalu ke bawah dan sudah enggan bersinar, tidak cocok lagi menggambarkan sekitarnya, alhasil foto batal.
Tetapi andaikata ada yang kepingin melihat foto wisata di Bangka, terutama pantai atau yang lainnya, tentu bisa melihat pada blog atau kontributor lainnya, atau bisa juga dituntun melihat foto-foto wisata di Bangka dengan mengklik disini.
Yang khususnya di areal Tanjung Kelian ini adalah terdapatnya tugu peringatan korban perang Dunia II lalu, yaitu sejumlah warga Australia sedang dalam perlayaran kapalnya tenggelam kena bom pesawat terbang Jepang. Yang menjadi perhatian adalah dalam pemberitaan kapal itu dalam misi kemanusiaan, salah satu yang selamat ialah seorang jururawat yang belum lama ini meninggal dalam usia 80-an di Australia. Hal ini tentu mengerutkan kening orang yang berhati sosial. Tetapi anehnya ada kontradiksi apabila ada info tambahan, bahwa kapal itu dilengkapi sebuah meriam di haluan depannya, dan kabar yang susah dikonvermasi lagi katanya meriam itu sempat menembak pesawat Jepang yang mendekat. Meriam ini pernah menjadi pajangan di halaman sebuah kantor pemerintah di Mentok yang tentunya menjadi perhatian sejumlah mata yang lewat pada waktu itu. Belum ada kejelasan meriam itu dibawa kemana, kapan dan siapa yang memerintahkannya, sehingga hilang dari pajangan. Padahal eksistensi meriam itu bisa menjadi bukti fakta sejarah mengapa kapal itu dibom. Hal ini barangkali akan menguntungkan pihak Jepang di mata dunia. Tetapi dari masalah lain, sang jururawat yang selamat itu belakangan mengatakan bahwa dia melihat sejumlah orang diisi dalam perahu kemudian dibawa ke tengah laut oleh serdadu Jepang lalu tidak ada berita tentang nasib mereka selanjutnya. Hal ini semula memang didiamkan oleh sang jururawat menimbang keselamatan dirinya sendiri pada waktu itu. Keterangan selebihnya belum didapat. Saksi sejarah telah meninggal, tapi dia sudah sempat menjadi saksi pada sidang kejahatan perang di Tokyo pada tahun 1947.
Tentang  body kapalnya sendiri pada mulanya yaitu sekitar pertengahan  Februari 1942 ketika tenggelam hingga kandas di antara Tanjung Kelian dan pelabuhan Mentok; karena perairannnya tidak terlalu dalam maka kira-kira seperempat lebih badan kapal masih terlihat di atas permukaan air, sehingga bentuk badan kapal masih bisa tertampang jelas dan lengkap, kecuali bagian yang terkena bom.
Tidak jelas kapan dimulainya, dan siapa yang memulainya, berdasarkan legalitas atau tidak, besi-besi kapal itu mulai dipereteli (cut down) dalam jangka waktu cukup lama. Akhirnya kerangka kapal itu hanya masih terlihat apabila air laut surut. Tetapi kemudian tidak terlihat lagi meskipun air surut, dan bagi yang tidak tahu sejarahnya akan tidak tahu pula bahwa disitu terkubur sebuah kapal yang kena bom. Juga jadi pertanyaan apakah dalam peta laut masih tercatat bahwa disitu ada sebuah kapal yang tenggelam (barangkali tinggal lunasnya saja).



                          Ini adalah meriam air, bukan meriam yang dipasang di haluan
                          kapal Australia itu yang bisa menembak pesawat. Meriam air        
                          berasal dari bahasa Inggeris water gun.  Water gun ini di Tambang
                         Timah Bangka disebut monitor, dipakai bukan untuk menyemprot
                          pelaku demonstrasi tetapi dipakai untuk merobohkan tanah, lalu
                          tanah yang bercampur air itu diproses dalam teknik pemisahan 
                          bijih timah dari tanahnya, kemudian bijih timah itu dikumpulkan dan
                          dikirim ke peleburan timah untuk diproses menghasilkan logam
                          timah putih atau disebut stannum/Sn (bukan timah hitam  disebut 
                          plumbum/Pb). Logam timah ini diantaranya dipakai untuk membuat
                          proyektil peluru, selain dipakai dalam industri lainnya.