Sabtu, 23 Maret 2013

Kata kota Pangkalpinang.

                                        Ditulis satu kata atau dua kata?


Orang berkata bahwa sebuah foto bisa bercerita sejuta kata. Tapi foto ini nampaknya gak bisa begitu, gak bisa bicara banyak apalagi sampai sejuta kata. Paling-paling dia cuma bisa membantu untuk bercerita. Atau menurut anak SD yang baru bisa belajar membaca berbunyi: I-NI SU-NGAI, I-TU JEM-BA-TAN.
Ya, memang itulah awal cerita ini bermula. Latar depan foto ini jelas terlihat air sungai, yang sungainya bernama Sungai Rangkui. Kira-kira sampai awal tahun 1950 air sungai itu masih sangat jernih. Dari atas dapat terlihat rumput-rumput air tawar yang disebut ramon berbentuk memanjang seperti alang-alang meliuk-liuk dibelai aliran air. Ikan-ikan kecil diantaranya riang bermain berenang dengan rasa aman. Pasir putih atau batu putih yang ada di beberapa tempat juga tampak dengan jelas. Tetapi sekarang airnya sudah menjadi air kopi susu, sebagai akibat olah penambangan timah rakyat atau disebut juga TI, tambang inkonvensionil, di sebelah hulu. Masalah air keruh ini sudah bukan jadi berita lagi, sudah berlangsung lama, sejak TI menjadi ajang cari rejeki. TI nampaknya susah ditertibkan. Berita yang beredar dari mulut ke muluit menyebutkan bahwa TI susah ditertibkan karena ada orang yang membackingnya, ada elit penguasa, oknum pejabat yang punya gigi dan punya kepentingan. Anehnya sudah berlangsung lama, sudah beberapa kali ganti pejabat. TI merusak lingkungan tetap juga berlangsung, bahkan sudah menggunakan alat-alat
berat. Maka ada omongan bahwa pejabat sudah impoten. Yang impoten ini biasanya mister "P". Jadi, P ini saja yang dibacanya apa? Apa penguasa, apa pejabat, apa penghianat daerah. Apa saja yang cocok. Maka ada semacam anjuran atau syarat, agar pejabat baru jangan sampai nyicip duit timah, sebab akan langsung jadi impoten, bukan lagi " Very Important Person" (salah baca 'kali) apa Very Impoten P barangkali.
Bagaimana sampai lahirnya TI? BUMN PT.Timah dalam hal ini pemerintah memutuskan bahwa produksi timah di Bangka, Belitung dan Riau sudah tidak ekonomis lagi dikelola. Oleh karena itu kegiatan PT.Timah menjadi terbatas, lalu rakyat diizinkan menambang timah di sisa atau bekas penambangan lama. Ternyata untuk negara dikatakan tidak efisien lagi, tapi penambangan secara "primitif" masih bisa membuat orang menjadi kaya, dan membuka mata individu lain lalu berinvestasi dengan menggunakan bulldozer, excavator atau alat berat lainnya. Bahkan seiring dengan itu tumbuh pula smelter, peleburan bijih timah menjadi logam timah yang siap expor. Jumlahnya sudah puluihan. Hal ini lebih mendorong terjadinya aktivitas panambangan timah susah terkendali diantaranya menyebabkan banyak.sumber air masyarakat menjadi keruh dan kerusakan lingkungan hutan/lahan.
Itu kan baru cerita sungai yang airnya keruh, belum cerita jembatannya. Jembatannya kurang jelas di foto itu. Tapi percayalah bahwa yang melintang di sungai itu adalah jembatan, masa dikira rakit. Bangunan tinggi disebelah kiri foto adalah bagian belakang mall Puncak. Bangunan tinggi yang terlihat ditengah letaknya disebelah sana jembatan.
Dari jembatan itu ditarik garis ke arah kiri atau ke Utara akan ketemu tanda titik nol pulau Bangka juga titik nol kota Pangkalpinang sejarak hampir satu kilometer,  merupakan bagian dari jalan Jend.Sudirman atau jalan protokol dua jalur. Jalan ini pada zaman penjajahan Belanda sampai Jepang masuk, dikenal dengan nama Kampung Katak. Sebab di sisi kiri-kanan jalan  banyak rawa tempat domisili katak pada waktu itu. Diketahui banyak katak, karena pada senja dan malam hari para katak itu suka bernyanyi atau berteriak sepanjang waktu bersahut-sahutan, apalagi pada musim hujan, maka pantaslah dinamai kampung katak. Kampung Katak ini letaknya jauh lebih rendah dibandingkan letak titik nol dan sekitarnya. Maka pada satu priode pemerintahan daerah Pangkalpinang, Kampung Katak ini diberi nama Jalan Tanah Rendah. Sekarang menjadi jalan protokol Jl.Jend.Sudirman terhubung ke pasar, kantor Walikota, kantor Gubernur, atau terus ke bandara Depati Amir.


                         
                               Jalan "Kampung Katak" sekarang jalan protokol dua jalur dilihat
                               dari dekat daerah titik nol kota Pangkalpinang yang tepatnya terletak
                               di seberang halaman gereja di kiri foto (diambil menunggu moment
                               lalulintas reda).                       


Asal nama Pangkalpinang? Sisi sungai disebelah kanan foto (foto pertama/judul) memang ditonjolkan, karena dia menjadi pendukung peran utama dalam cerita ini. Dahulu sisi sungai tentu tidak serapih itu, tapi ditumbuhi pohon-pohon tahan air diantaranya pohon rumbia. Pohon rumbia ini sebangsa palm seperti pohon nipah tumbuh di pantai air asin atau payau, maka pohon rumbia batangnya diparut menghasilkan sagu kelas prima; buahnya dikenal dengan nama buah kelubi menjadi primadona dan menjadi oleh-oleh khas Bangka dalam bentuk asinan. Produknya sekarang sangat menurun karena tidak dilakukan budidaya, sedang lahan tempat tumbuhnya ditembok tanah setelah pohonnya ditebang dan berdirilah bangunan. Bukan yang tumbuh di areal kota saja yang musnah, tetapi yang di luar kota juga mengalami nasib yang sama. Sementara itu nampaknya instansi pertanian dan pemerintah setempat tidak menaruh perhatian atas kondisi ini. Maka oleh-oleh produk khas Bangka mulai hilang.
Ditarik garis mundur lagi kelakanng yakni sisi sungai sebelah kanan foto sejauh seratus meter lebih, atau di antara jembatan itu dan jembatan dibelakang mesjid Jami' (lihat foto berikutnya), pada suatu tempat pada suatu ketika yang tentunya sudah sangat lama terjadi, terdapatlah pohon pinang yang miring sehingga pohonnya bisa dipegang dengan tangan. Pada waktu itu sungai masih menjadi alur penghubung lalu lintas dengan menggunakan sampan. Selain sungai Rangkui masih terdapat sejumlah anak-anak sungai kecil yang menjadi jalan penghubung ke daerah yang lebih jauh dari sunga induk itu, menggunakan alat transport berupa sampan atau yang sejenisnya. Alkisah, di pohon pinang yang miring itu para pengguna sampan sering atau mudah menambatkan perahu di pangkal pohon pinang yang miring sebagai tempat berhentinya. Lama-lama tempat itu menjadi tempat pembertian atau terminal atau pangkalan, sehingga apabila ditanya mau kemana, ketemu dimana, jawabnya gampang di tempat kita berhenti menambatkan sampan di pangkal pinang (kalau disebut di pucuk pinang barangkali tangan tidak sampai.karena pohon pinangnya bukan rebah atau tumbang, tapi miring atau condong). Maka excistensi kata pinangnya sudah jelas, tinggal lagi kata pangkal apakah dari kata pangkalnya dari pohon pinang,  atau pangkal  dengan kata kerjanya mangkal yaitu perbuatan menjadikan suatu tempat sebagai tempat berhenti, tempat berkumpul, tempat start atau alamat tempat yang ada pohon pinangnya. Wallahu yaklam. Begitulah salah satu cerita asal mula nama pangkal pinang yang disampaikan secara lisan oleh orang yang tua tentunya bagaimana nama kota Pangkalpinang itu terjadi.
Pertanyaan berikutnya muncul, ditulis satu kata atau dua kata? Kalau ditulis dua kata: pangkal pinang, itu kan benar karena dia adalah kata majemuk. Bayangkan kalau balik ke cerita di atas, misalkan saja pohon pinang itu betul-betul rebah di atas tanah. Lalu ada yang mau duduk disitu. Mau memilih yang mana dari pohon pinang itu, akarnya, pangkal batangnya, batangnya, buahnya, daunnya atau pucuknya. Mungkin jawabnya: mau duduk di batang pinang. Sebab duduk di akar pinang, nggak enak barangkali. Jadi untuk urusan ini jelas ditulis dalam dua kata, yaitu kata majemuk tadi: akar pinang, pangkal pinang, buah pinang dst.
Lalu untuk sebuah nama apakah harus ditulis dua kata? Apakah wilayah kota pangkalpinang ini setara dengan pinang? Orang bisa memilih bagian yang mananya, pangkalnya atau pucuknya.
Untuk perbandingan, di negeri Belanda propinsi paling Utara namanya Groningen, propinsi di Selatan bernama: Leewaarden, ditulis satu kata, padahal leew berarti singa adalah kata benda tersendiri. Contoh lain yang barangkali lebih dikenal misalnya: Amsterdam, Rotterdam, ditulis satu kata, padahal dam berarti bendungan adalah kata benda tersendiri. Masih getol dengan bahasa Belanda (bekas jajahan Belanda kok), orang Belanda manamakan negeri mereka Nederland ditulis satu kata, padahal neder berarti rendah land= tanah/negeri. Mereka juga ngaku orang Holland ditulis satu kata, hol=cekung/lobang (bukan bolong) karena sebagian negeri mereka lebih rendah daripada permukaan laut. Itu contoh ditulis satu kata nggak ada yang protes.   Selain dari itu untuk sebuah nama tergantung pada yang punya kan, mau ditulis satu kata atau dua kata. Jadi, mau pilih yang mana?

Mesjid Jami' adalah mesjid terbesar di Pangkalpinang dilihat dari sebelah belakangnya. Dekat menara paling kiri di foto ini, atau di sisi kiri belakang mesjid, sampai tahun 1945 masih berupa anak sungai kecil atau delta kecil, ada jembatan kayu kecil agar bisa berjalan. Sekitar tahun 1950 di lokasi itu mulai ditembok dengan tanah secara gotong royong pada setiap hari libur, ada yang menyediakan truk, ada yang meyediakan konsumsi, dan yang paling banyak adalah yang menyediakan tenaga, terutama anak-anak tanggung. Dengan menembok mesjid yakin dapat pahala, dapat bagi konsumsi pula, dan dapat berria-ria naik mobil meskipun cuma truk pengangkut pasir (mobil pada waktu itu masih jadi barang langka belum banyak yang punya).
Mesjid ini sudah dibangun baru dan direnovasi berulang kali, awalnya berdinding papan. Sungai yang terlihat itu adalah bagian dari sungai Rangkui dengan jembatan nampak di sebelah kiri foto, baru dibangun pada akhir tahun 2012 lalu, menjadi jembatan yang lebih bagus daripada jembatan di jalan protokol.


PROMOSI. Sampai di mana anda tahu tentang internet marketing? Klik dan baca berikut ini: 

Temukan Blueprint Rahasia untuk Meraih Ribuan Dollar melalui Affiliate Marketing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar